Home Umum Antara Dakwaan Pemerasan dan Ujian Integritas Hukum
Umum

Antara Dakwaan Pemerasan dan Ujian Integritas Hukum

Share

Drama hukum antara Nikita Mirzani dan Reza Gladys kini bertransformasi menjadi panggung besar yang bukan hanya menguji nasib dua figur publik, tetapi juga mempertaruhkan kredibilitas sistem peradilan kita. Jaksa menuding Nikita melakukan pemerasan Rp 4 miliar terhadap Reza, berawal dari kritik pedas di media sosial yang dibarengi ancaman akan menyerang reputasi produk skincare milik Reza melalui siaran TikTok. Uang yang diminta disebut awalnya Rp 5 miliar, kemudian “disepakati” menjadi Rp 4 miliar, dikirim lewat transfer bank. Dakwaan pun dibungkus dengan lapisan hukum yang tebal: KUHP, UU ITE, hingga pasal-pasal TPPU.

Namun, alur kasus ini mendadak berbelok tajam ketika Nikita balik menyerang. Pada 8 Agustus 2025, ia melaporkan Reza ke KPK dengan tuduhan suap kepada aparat penegak hukum, termasuk jaksa dan hakim. Dasarnya: sebuah rekaman yang diklaim memuat bukti praktik kotor tersebut—rekaman yang ironisnya ditolak untuk diputar di persidangan. Pertanyaan kritis pun muncul: jika persidangan adalah ruang terang bagi kebenaran, mengapa lampu itu dipadamkan pada bukti yang justru bisa mengungkap potensi pelanggaran integritas penegak hukum?

Sebagai advokat, saya memandang ada dua dimensi yang berjalan paralel di sini. Pertama, dimensi pembuktian materiil: apakah unsur-unsur pemerasan dan TPPU benar terpenuhi? Jaksa tentu punya hak dan kewajiban untuk membuktikan dakwaannya dengan alat bukti yang sah. Kedua, dimensi integritas proses: apakah seluruh mekanisme peradilan telah dijalankan tanpa rekayasa, tanpa bias, tanpa sentuhan tangan-tangan yang mengotori asas fair trial? Tanpa jaminan integritas, kebenaran materiil akan selalu berada di bawah bayang-bayang kecurigaan publik.

Dasar Hukum yang Menjerat

Dalam perkara ini, pasal-pasal yang relevan antara lain:

  • Pasal 368 ayat (1) KUHP: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
  • Pasal 27 ayat (3) UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE (jo. UU No. 19 Tahun 2016): “Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
  • Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang: “Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan, dipidana…”

Ketiga dasar hukum ini membentuk kerangka dakwaan yang kokoh secara formil. Namun, kokohnya dakwaan tidak boleh menutupi potensi rapuhnya integritas proses.

Menjaga Pagar Keadilan

Prinsip presumption of innocence bukan sekadar jargon akademik, melainkan pagar hukum yang melindungi semua pihak dari pengadilan opini dan trial by media. Begitu pagar ini diruntuhkan—entah oleh pengabaian bukti, atau oleh praktik suap yang tak tersentuh—maka yang runtuh bukan hanya satu perkara, tetapi juga fondasi kepercayaan rakyat pada hukum itu sendiri.

Kedua belah pihak, Nikita dan Reza, sama-sama membawa beban reputasi. Jalur mediasi atau penyelesaian alternatif mungkin bukan obat mujarab, tetapi setidaknya dapat mengurangi kerusakan citra, menghemat energi, dan mengembalikan fokus pada kepastian hukum, bukan pada drama yang menjadi konsumsi massa.

Kasus ini adalah cermin. Jika kita biarkan noda di cermin itu, pantulan wajah hukum Indonesia akan selalu terlihat buram. Namun jika noda itu dibersihkan melalui proses yang jujur, terbuka, dan tegas, kita bukan hanya menegakkan keadilan untuk dua nama di meja hijau, tapi juga untuk jutaan mata yang menatap dan menilai apakah hukum masih layak dipercaya.

Bingung soal masalah hukum? Ingin konsultasi dengan ahli tanpa ribet? MyKonsul hadir untuk memberikan jawaban atas pertanyaan hukum Kamu. Gabung sekarang di MyKonsul dan dapatkan solusi hukum terpercaya!

Related Articles

Apakah saya bisa membatalkan cicilan karena barang cacat?

Saya baru beli smartphone kurang dari seminggu lalu dengan cicilan, tapi ternyata...

7 Best Tips the Gym to Improve Your Workout

What’s made Amazon shoppers fall in love with Tozos? Superior audio quality,...

Brain study identifies a cost of caregiving for new fathers

What’s made Amazon shoppers fall in love with Tozos? Superior audio quality,...

10 Ways To Reduce Motion Sickness When Using VR

What’s made Amazon shoppers fall in love with Tozos? Superior audio quality,...